Sejarah Rasulullah di Kota Thaif

Pada sekitar tahun 619 Masehi, setelah mengalami Tahun Kesedihan dengan wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, Rasulullah SAW mencari dukungan baru untuk dakwah Islam. Beliau memutuskan untuk pergi ke Thaif, ditemani sahabat setianya, Zaid bin Haritsah, berharap mendapat dukungan dari suku Tsaqif.

Setibanya di Thaif, Rasulullah SAW mendakwahkan Islam kepada para pemimpin dan penduduk setempat. Namun, mereka menolak ajakan tersebut dan menganiaya Rasulullah dan Zaid dengan melempari mereka batu, sehingga keduanya terluka parah.

Tokoh-tokoh penting dari suku Tsaqif yang menolak dakwah termasuk pemimpin Thaif saat itu.

Dalam keadaan terluka, Rasulullah dan Zaid berlindung di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah. Di sana, seorang pelayan bernama Addas, yang beragama Nasrani, memberikan anggur kepada mereka. Addas terkesan dengan pribadi dan ajaran Rasulullah, sehingga dia akhirnya memeluk Islam.

Di tengah kesedihan, Rasulullah berdoa kepada Allah. Malaikat Jibril dan malaikat penjaga gunung datang menawarkan untuk menghancurkan Thaif. Namun, Rasulullah menolak dan memilih untuk mendoakan kebaikan bagi penduduk Thaif, menunjukkan rahmat dan kesabaran beliau.

Setelah hijrah ke Madinah dan dakwah Islam semakin kuat, terjadi Perang Hunain pada tahun 630 Masehi, di mana suku-suku dari Thaif ikut berperang melawan kaum Muslimin. Kemenangan diperoleh kaum Muslimin dalam Perang Hunain, diikuti dengan pengepungan terhadap Thaif sebagai upaya untuk mengakhiri konflik dengan suku Tsaqif.

Pengepungan Thaif berlangsung beberapa minggu, namun penduduk Thaif berhasil bertahan di dalam benteng kuat mereka. Di antara tokoh Muslim yang berperan penting dalam peristiwa ini adalah Khalid bin Walid dan sahabat-sahabat Nabi lainnya.

Rasulullah SAW memutuskan untuk menghentikan pengepungan setelah permohonan dari sahabat dan untuk menghindari korban jiwa yang lebih banyak. Beberapa bulan kemudian, delegasi dari Thaif datang ke Madinah dan masuk Islam, menyelesaikan konflik tersebut dengan damai.